Oleh: Dr. Serian Wijatno SE, MM, MH.
Yayasan Pendidikan Agung Podomoro (Universitas)
Bank Indonesia memperkirakan baseline potensi dana hasil repatriasi yang kembali ke dalam negeri sekitar Rp560 triliun dari total nilai aset di luar negeri, yang menurut asumsi pemerintah senilai Rp11.400 triliun.
Melihat besarnya potensi dana masuk yang besar tersebut, setidaknya diharapkan dapat ke perbankan domestik untuk menambah likuiditas dalam bentuk himpunan dana pihak ketiga (DPK) yakni deposito, giro maupun investasi pada surat berharga lainnya.
Bertambahnya likuiditas bank, hal ini sejalan dengan kebutuhan pendanaan yang besar untuk mendukung proyek-proyek pemerintah, seperti program sejuta rumah, proyek infrastruktur, dan pendanaan ke industri kreatif.
Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) perlu mencermati kesiapan industri keuangan dalam negeri, mengingat masih terbatas kapasitasnya dalam menerima dana, selain dalam instrumen investasi.
Kendati demikian, ini bukan berarti tidak ada ruang untuk menyerap dana-dana tersebut. Selain melalui dana pihak ketiga (DPK), aliran dana masuk repatriasi itu dapat masuk ke industri perbankan melalui penambahan modal perbankan.
Bagaimanapun, kondisi sejumlah bank nasional saat ini memerlukan dana sekitar Rp100 triliun untuk memperkuat permodalan dalam jangka waktu 3 tahun mendatang, dengan asumsi pertumbuhan kebutuhan permodalan sebesar 18% per tahun.
Tidak hanya itu. Bank-bank skala besar juga mempersiapkan diri berebut limpahan dana dari kebijakan tax amnesty dengan menyiapkan berbagai produk yang memikat. Bukan hanya bank milik pemerintah (BUMN), sejumlah bank asing yang beroperasi di Indonesia dikabarkan berpeluang menjadi bank penampung (persepsi) dana pengampunan pajak.
Pihak regulator tampaknya sudah menetapkan kriteria bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV yang lebih siap menampung dana-dana besar yang siap masuk, karena mereka sudah mengantungi izin trustee.
Sangat beralasan jika OJK dalam waktu dekat akan menyiapkan aturan main bank tentang dana pengampunan pajak, karena sumber dana ini akan memperkuat likuiditas, permodalan dan fee based income bagi perbankan. Tentu bank akan menarik dana tax amnesty lewat instrumen surat utang seperti penerbitan obligasi dan medium term notes (MTN).
Dengan adanya aliran masuk dana pengampunan pajak tersebut, kondisi DPK perbankan bisa tumbuh dobel digit di akhir tahun. Namun di sisi lain, pihak perbankan perlu memperkuat sisi governance untuk menghadapi moral hazard yang setiap saat dapat mengganggu kesehatan perbankan, yang tercermin dari pengelolaan aset produktif dan menjaga rasio kesehatan bank secara kontinu ke depan.
Ini adalah momen yang sangat baik bagi kepentingan bangsa dan negara Indonesia agar negeri ini dapat terus berkembang dan melangkah maju dan memiliki daya saing dengan negara lain. Semoga.
http://www.neraca.co.id/article/73422/tax-amnesty-...